perkembangan kemandirian

nurika.blogspot.co.id/2018/perkembangan-kemandirian.html

PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN

A. PENTINGNYA KEMANDIRIAN BAGI PESERTA DIDIK
             Lima situasi kehidupan dewasa ini sudah semakin kompleks. Kompleksitas kehidupan itu,yang pada saat sekarang seolah-olah telah menjadi bagian yang mapan dari kehidupan masyarakat, sebagian demi sebagian akan bergeser atau bahkan mungkin hilang sama sekali karena digantikan oleh pola kehidupan baru pada masa mendatang yang diprakirakan akan semakin lebih kompleks kecendrungan yangmuncul dipermukaan dewasa ini, ditunggang oleh laju perkembangan teknologi dan arus gelombang kehidupan global yang sulit atau tidak mungkin untuk dibendung. Mengisyaratkan bahwa keidupan masa mendatang akan menjadi surat pilihan yang rumit. Ini mengisyaratkan pula bahwa manusia akan semakin didesak kearah kehidupan yang amat kompetitif. (Andersen (2003:718)) memprediksikan situasi kehidupan semacam itu dapat menyebabkan manusia menjadi serba bingung atau bahka larut kedalam situasi baru itu tanpa dapat menyeleksi lagi jika tidak memiliki nilai ketahan hidup yang memadai karena tata nilai lama yang telah mapan ditantang oleh nilai-nilai baru yang belum banyak dipaham.
 Dalam konteks proses belajar, gejala negative yang Nampak adalah kurang mandiri dalam belajar yang berakibat pada gangguan mental setelah memasuki perguruan tinggi. Kebiasaan belajar mental setelah menjelang ujian ,bolos, menyontek, dan mencari kebocoramn soal ujian.
Problem remajadiatas, yang merupakan perilaku-perilaku reaktif, semakin meresahkan jika dikaitkan dengan situasi masa depan remaja yang diprakirakan akan semakin kompleks dan tantangan itu. Tantangan kompleksitas masa depan itu memberikan dua alternatif: pasrah kepada juga berdimensi masa depan tentunya menjatuhkan pilihannya pada alternative kedua artinya, pendidikan mengemban tugas untuk mempersiaokan remaja bagi perannya dimasa depan agar kelak menjadi manusia berkualitas dan memiliki kemandirian yang tinggi.
Pentingnya ikhtiar mempersiapkan remaja bagi masa depannya itu, disamping mereka tengah mencari jati diri, karena mereka juga tengah berada pada ahap perkembangan yang amat potensial. Perkembangankognitifnya, menurut teori pekembangan leogniti dari proget. Telah mencapai tahap operasional formal.
Melihat potensial remaja itu, menjadi penting dan amat menguntungkan manakala ikhtiar pengembangannya difokuskan pada aspek-aspek positif reaja itu daripada lebih menyoroti sisinegatifnya. Sebenarnya hanya sebagian kecil saja dari sekian banyaknya remaja yang ada. Yakni hanya kurang 1% dari jumlah remaja Indonesia. Ihtiar mempersiapkan emaja menghadapi masa depan yang serba kompleks itu, salahsatunya denganmengembangkan “kemandirian”
Ikhtiar pendidikan yang dilakukan secara sungguh-sungguh untuk mngembangkan kemandirian menjadi sangat penting karena selain problema remaja dalam betuk perilaku negative sebagaimana dipaparkan diatas, ada juga sejumah gejala negative yang tampak menjauhkn individu dan kemanusiaan.gejala-gejala tersebut dapat dipaparkan berikut ini :
  1. Ketergantungan disiplin kepada control luar dan bukan karena niat sendiri yang ikhlas, perilaku seperti ini akan mengarah kepada perilaku formalistic dan ritualistic serta tidak konsisten. Situasi seperti ini akan menghambat pembentukan atas kerja dari etos kehidupan yang mapan sebagai salah satu ciri dari kualitas sumberdaya dan kemandirian manusia.
  2. Sikap tidak peduli terhadap lingkungan hidup. Manusia mandiri bukanlah manusia yang lepas dari lingkungannya. Ketidak pedulian terhadap lingkungan hidup merupakan gejala perilaku impusif yang mnunjukkan bahwa kemandirian masyarakat masih rendah.
  3.  Sikap hidup kompromistik tanpa pemahaman dan kompromistik dengan mengorbankan prinsip. Gejala mitos bahwa segala sesuatunya bisa diatur dengan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat merupakan petunjuk adanya ketidakjujuran berfikir dan bertindak serta kemandirian yang masih rendah.
Gejala-gejala diatas merupakan sebagian dari kendala utama dalam mempersiapkan individu-individu yang mampu mengurangi kehidupan masa mendatang yang semakin kompleks. Dan penuh tantangan. Problema kemandirian sesungguhnya bukanlah hanya merupakan masalah “Between-generation” (antar-generasi). Perubahan tata nilai yang terjadi dalam generasi dan antar generasi akan tetap memposisikan kemandirian sebagai isu actual dalam perkembangan manusia.

B. DEFINISI KEMANDIRIAN
            Kata”kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapatkan awalan “ke” dan akhiran “an” yang kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar “diri” itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah “self” karena “diri” itu merupakan  inti dari kemandirian. Kalau menelusuri berbagai literatur, sesungguhnya banyak sekali istilah yang berkenaan dengan “diri” ini. Terdapat sejumlah istilah yang dikemukakan oleh para ahli yang makna dasarnya relevan dengn “diri” yakni : self-determinism (Emil Durkheim), autonongous morality (Jean Proget), ego intregity (Eruck E, Erickson), the creative self(Alfred Adler), swlf-actualization (Abraham H. Maslow), self system (Harry Stack Sullivan), real self (Caren Horney), self-efficacy (Alberd Bandara), self-expansion, self-esteem, self-aty, self-respect, self- sentience, self- sufficiency, self-direction, self-sructure, self-contempt, self-control, self-reightecusness, self-effacement, (Half dan Unzey).
            Sedemikian banyaknya istilah atau konsep yang berkenaan dengan “diri” namun jika dikaji lebih mendalam lagi ternyata tidak selalu merujuk kepada kemandirian. Konsep yang seringkali digunakan atau yang berdekatan dengan kemandirian adalah yang sering disebut dengan istilah “autonomy”.
            Upaya mendifinisikan kemandirian dan proses perkembangannya, ada berbagai sudut pandang yang sejauh perkembangannya dalam kurun waktu sedemikian lamanya telah dikembangkan oleh para ahli Emil Durkheim (dalam Sumaryo Kartadinata, 1988). Misalnya, melihat makna Dn perkembangan kemandirian dari sudut pandang yang berpusat pada masyarakat. Pandagan ini dikenal juga dengan pandangan konformistik. Dengan menggunkan elemen esensial ketiga dari moralitas yang bersumber pada kehidupan masyarakat. Durkheim berpendapat bahwa kemandirian itu tumbuh dan berkembang karena adanya dua faktor yang merupakan elemen prasanyarat bagi kemandirian, yaitu :
  1. Adanya displin yaitu adanya aturan bertindak dan otoritas.
  2. Adanya komitmen dalam kelompok.
Dalam pandangan konformistik, kemandirian merupakan konformistik terhadap prinsip moral kelompoknyakan. Oleh sebab itu, individu yang memiliki kemandirian pengambilan keputusan pribadinya dilandasi oleh pemahaman mendalam akan konsekuensi dari tindakannya itu.
      Secara hakiki, perkembangan kemandirian individu sesungguhnya merupakan erkembangan hakikat eksistensial manusia. Penghampiran terhadap kemandirian dengan menggunakan spektif yang berpusat pada masyarakat cenderung memandang bahwa lingkungan masyarakat merupakan kekuatan luar biasa yang menentukan kehidupan individu. Atas dasar kelemahan yang melekat pada pandangan yang berpusat pada masyarakat itu, maka kemandirian perlu dihampiri dengan menggunakan perspektif lain yang bersifat aktif-progresif. Dalam konteks ini, Sunaryo Kartadinata (1988) mengajukan konsep perkembangan manusia harus dipandang sebagai “proses interaksional dinamis”. Dikatakanny bahwa proses ini mengimplikasikan bahwa manusia berhak memberikan makna terhadap dunianya atas dasar “proses mengalami” sebagai konsekuensi dari perkembangan berfikir dan penyesuaian kehendaknya. Dalam persfektif ini, kemandirian menjadi pusat pada “ego” dan “diri” sebagai dimensi pemersatu organisasi kepribadian.
            Kemandirian yang sehat adalah yang sesuai dengan hakikat manusia yang paling dasar. Prilaku mandiri adalah prilaku memelihara hakikat eksistensi diri. Interaksional mengandung makna bahwa kemandirian berkembang melalui proses keragaman manusia dalam kesamaan dan kebersamaan, bukan dalam kevakuman. Dalam konteks kesamaan dan kebersamaan ini, Abraham H. Maslow(1971) membedakan kemandirian menjadi dua, yaitu :
  1. Kemandirian aman (secure autonomy)
  2. Kemandirian tak aman (insecure autonomy)
Kemandirian aman adalah kekuatan untuk menumbuhkan cinta kasih dalam dunia, kehidupan dan orang lain, sadar akan tanggung jawab bersama, dan tumbuh rasa percaya terhadap kehidupan. Sedangkan kemandirian taka aman adalah kekuatan kepribadian yang dinyatakan dalam prilaku menentang dunia. Maslow menyebut kondisi seperti ini sebagai ‘selfish autonomy” atau kemandirian mementingkan diri sendiri.
Perkembangan kemandirian adalah proses yang menyangkut unsur-unsur normative. Ini mengandung makna bahwa kemandirian merupakan suatu proses yang terarah. Karena perkembangan kemandirian sejalan dengan hakikat ekstensial manusia, maka arah perkembangan tersebut harus sejalan dengan dan berlandaskan pada tujuan hidup manusia.
            Pada hakikatnya, manusia ketika lahir kedunia berada dalam ketidaktahuan tentang diri dan dunianya. Dalam kondisi seperti ini, individu menyatu dengan dunianya, dalam pengertian belum memahami subjek dengan objek dalam prpses ini, sedikit demi sedikit individu berupaya melepaskan diri dari otoritas dan menuju hubungan mutualistik, mengembangkan kemampuan instrumental agar mampu memenuhi sendiri kegiatan hidupnya. Proses semacam ini oleh Chikentig (2001) disebut dengan “emotional and instrumental independence” yang merupakan dua komponen penting dalam perkembangan kemandirian. Meskipun dalam proses peragaman manusia sudah memiliki kemampuan instrumental, tetapi blm sampai kepada kemandirian karena pemunculannya baru pada aspek-aspek kehidupan tertentu. Proses peragaman ini sesungguhnya baru sampai suatu titik antara yang disebut dengan “Havingprocess’ yaitu pengetahuan, keterampilan, teknologi, interaksi dan dinamika perkembangan kemandirian manusia menuju tahapan integrasi ini dapat digambarkan dengan lima karakteristik inheren dan esensial yang saling berinteraksi dalam kehidupan, yaitu :
  1. Kedirian
Ini menunjukkan pengukuhan bahwa dirinya berbeda dari orang lain.
  1. Komunikasi
Kedirian manusia itu tidak pernah berlangsungdalam kemenyendirian melainkan dalam komunikasinya dengan lingkungan fisik, lingkungan sosial, diri sendiri, maupun tuhan.
  1. Keterarahan
Komunikasi manusia dengan berbagai pihak itu menunjukkan adanya keterarahan dalam diri manusia yang menyatakan bahwa hidupnya bertujuan.
  1. Dinamika
Proses perwujudan dan pencapaiantujuan manusia memerlukan adanya dinamika yang menyatakan bahwa manusia memiliki akibat kemampuan dan kemauan sendiri untuk berbuat dan berkreasi, dan tidak menjadi objek yang dipolakan atau digerakan oleh orang lain.
  1. Sistem nilai
Keempat nilai karakteristik diatas muncul secara terintregasi dalam keterpautannya dengan sistem nilai sebagai elemen inti dari cara dan tujuan hidup.

C. TINGKATAN DAN KARAKTERISTIK KEMANDIRIAN
1)      Tingkat pertama, adalah tingkat inpulsif dan melindungi diri. Ciri-cirinya yaitu :
a.       Peduli terhadap control dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain.
b.      Mengikuti aturan secara oportunistik dan hedonistic.
c.       Berfikir tidak logis dan tertegun pada cara berfikir tertentu
d.      Cenderung melihat kehidupan sebagai “zero-sum game “
e.       Cenderung menyalakan dan mencela orang lain serta lingkunganny.
2)      Tingkatan kedua adalah tingkatan koformistik. Ciri-ciri tingkatan ini, yaitu :
a.       Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial
b.      Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal
c.       Cenderung befikir stereotype dan klise
d.      Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian
e.       Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya instropeksi
f.       Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal
g.      Takut tidak diterima kelompok
h.      Tidak sensitive dalam keindividuan
i.        Merasa berdosa jika melanggar aturan.
3)      Tingkatan ketiga, adalah tingkat sadar diri. Ciri-ciri tingakatan ini, yaitu :
a.       Mampu berfikir alternative
b.      Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi
c.       Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada
d.      Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah
e.       Memikirkan cara hidup
f.       Penyesuaian terhadap situasi dan peranan
4)      Tingkat seksama conscientious. Ciri-ciri :
a.       Bertindak atas dasar nilai-nilai internal
b.      Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan
c.       Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektid diri sendiri maupun orang lain
d.      Sadar akan tanggung jawab
e.       Mampu melakukan kritik dan penilaian diri
f.       Peduli akan hubungan mutualisme
g.      Memiliki tujuan jangka panjang
5)      Individualistik. Ciri-ciri :
a.       Peningkatan kesadaran individualism
b.      Menjadi lebih toleran dengan diri dendiri dan orang lain
c.       Menyesal eksistensi perbedaan individual
d.      Mengenal kompleksitas diri
6)      Tingkat mandiri. Ciri-ciri :
a.       Mampu mengintregasikan nilai-nilai yang bertentangan
b.      Toleran terhadap ambigustik
c.       Peduli akan pemenuhan diri
d.      Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal
e.       Respek terhadap kemandirian orang lain
f.       Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain
g.      Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan leceriaan
Dengan menggunakan perspektif perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan maka berdasarkan peneltian mendalam yang dilakukan oleh Sunaryo Kartadinata (1988) menunjukkan bahwa tingkat kemandirian remaja pada umumnya bervariasi dan menyebar pada tingkatan sadar diri, seksama, individualirtik, dan mandiri.

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMANDIRIAN REMAJA
            Apa sejumlah faktor yang serig disebut-sebut sebagai korelat bagi perkembangan kemanirian, yaitu antara lain sebagai berikut :
  1. Gene atau keturunan orang tua. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun, faktor keturunan ini masih jadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya melainkan sifat orang tuanya itu muncul dalam cara-cara orang tua mendidik anaknya.
  2. Pola asuh orang tua. Cara-cara orang tua mengasuh atau mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak remajanya. Orang tua tang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata”jangan” kepada anak tanpa disertai dengan penjelasan rasional akan menghambat perkembangan kemandirian anak. sebaliknya, orang tua yang menciptakan suasana dalam interaksi keluarganya akan dapat mendorong kelancaran perkembangan anak.
  3. Sistem pendidikan di sekolah. Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan demokratis pendidikan dan cenderung menekan indelefrinasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian remaja. Demikian juga proses pendidikan yang banyak menekankan pentingnya pemberian sanksi atau hukuman juga dapat menghambat perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya, proses pendidikan yang lebih menekankan pentingnya penghargaan akan potensi anak, pemberian reward, dan penciptaan kompetensi positif akan memperlancar perkembangan kemandirian remaja.
  4. Sistem kehidupan di masyarakat. Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hinarki struktur sosial, kurang terasa aman atau bahkan mencekam, dan kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalamkegiatan-kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya, lingkungan masyarakat yang aman menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk berbagai kegiatan, dan tidak berlaku hirakhis akan merangsang dan mendorong abgi perkembangan kemandirian remaja.

E. UPAYA PENGEMBANGAN KEMANDIRIAN REMAJA DAN IMPLIKASINYA BAGI PENDIDIKAN
            Sejumlah intervansi dapat dilakukan dengan ikhtiar pengembangan kemandirian remaja, antara lain sebagai berikut :
  1. Penciptaan partisipasi dan keterlibatan remaja dalam keluarga. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk :
a.       Saling menghargai antar anggota keluarga
b.      Keterlibatan dalam memecahkan masalah keluarga dan remaja
  1. Penciptaan keterbukaan. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk :
a.       Toleransi terhadap perbedaan pendapat
b.      Memberikan alasan terhadap keputusan yang diambil oleh remaja
c.       Keterbukaan terhadap minat remaja
d.      Mengembangkan komitmen terhadap tugas remaja
e.       Kehadiran dan keakraban hubungan dengan remaja
  1. Penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk :
a.       Mendorong rasa ingin tahu remaja
b.      Adanya jaminan rasa aman dan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan
c.       Adanya aturan, tetapi tidak cenderug mengancam bila ditaati
  1. Penerimaan positif tanpa syarat. Jadi ini dapat diwujudkan dalam bentuk :
a.       Menerima apapun kelebihan maupun kekurangan yang ada pada diri remaja
b.      Tidak membedakan remaja satu denganyang lain
c.       Menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk kegiatan produktif apapun meskipun sebenarnya hasilnya kurang memuaskan.
  1. Empati terhadap remaja. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk :
a.       Memahami dan menghayati pikiran dan perasaan remaja
b.      Melihat berbagai persoalan remaja dengan menggunakan perspektif atau sudut pandang remaja
c.       Tidak mudah mencela karya remaja betapapun kurang bagusnya karya itu.
  1. Penciptaan kehangatan hubungan dengan remaja. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk:
a.       Interaksi secara akrab tetapi saling menghargai
b.      Menambah frekuensi interaksi dan tidak bersikap dingin terhadap remaja
c.       Membangun suasana humor dan komunikasi ringan dengan remaja.


           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN GERBANG LOGIKA

cara mengembangkan potensi peserta didik

tugas-tugas perkembangan remaja